Suka Duka Ayah Dampingi Butet Hingga Jadi Juara Olimpiade

Ayah Liliyana Natsir, Benno Natsir.
Sumber :

VIVA.co.id – Tak gampang meraih medali emas pada pesta olahraga dunia sekelas Olimpiade bagi atlet Indonesia. Bisa dihitung dengan jari para peraih medali emas asal Indonesia pada ajang olahraga dunia empat tahunan tersebut.

Penghancur Praveen/Melati Juara German Open 2022, China Hancur Lebur

Lalu bagaimana cerita kesuksesan peraih medali emas Olimpiade Rio de Janeiro 2016, Liliyana Natsir? Ayahanda Butet, Benno Natsir menceritakan kepada VIVA.co.id, Jumat 19 Agustus 2016.

Bengkel Korona Motor di Jalan 14 Februari Lingkungan II, Kelurahan Teling Atas, Kecamatan Wanea, Manado, pagi itu mulai ramai dengan para pelanggan. Bengkel usaha milik ayah Butet yang didirikan sejak 10 tahun lalu gaduh dengan cerita keberhasilan Butet/Owi yang mengalahkan pasangan Malaysia Peng Soon/Liu Ying dengan dua set langsung, hingga meraih medali emas.

Tragis, Penghancur Raja Bulutangkis Gagal Juara German Open 2022

Ayah Butet saking senangnya, saat ada pelanggan membayar motor dan mobil yang telah diservis, hanya menyebut terserah saja mau bayar berapa. “Mana-mana jo mo bayar (terserah mau bayar berapa),” ujarnya.

Dia menceritakan awalnya mereka tinggal di Kelurahan Bahu, Kecamatan Malalayang, kala bekerja di sebuah perusahaan swasta sejak 1976, setelah menikah dengan Olly Maramis pada 1979, ia memutuskan untuk mendirikan usaha bengkel dan jualan suku cadang yang dinamakan Korona Motor.

Tragis, Raja Bulutangkis Dunia Tersingkir dari German Open 2022

Pada tahun 1981, Kalista, kakak Butet, pun lahir membawa suka cita bagi pasangan sejoli ini. Kemudian, lima tahun berselang, tepatnya 9 September 1985, Butet pun lahir. Dengan begitu, Benno pun harus bekerja lebih keras menafkahi keluarga.

Usaha yang ia geluti tak berjalan mulus, namun ia tetap semangat. Kala duduk di bangku kelas empat SD Eben Heazar 2 Manado, Butet mengikuti Kejuaraan Bulutangkis Terbuka Tingkat SD se-Sulawesi Utara berlabel Piala Ketua Bhayangkari Sulut Tahun 1995 dan menjadi pemenangnya.

“Setelah menang, Butet meminta saya supaya bergabung dengan klub bulutangkis untuk lebih serius," kata Ko Lili, sapaan akrabnya.

Benno pun memasukkannya ke Klub Pisok Manado dan awalnya tak terbeban dengan biaya latihan putrinya itu. Sejumlah kejuaraan bulutangkis terbuka pun dijuarai Butet yang digelar diberbagai daerah di Sulut.

Pada saat Butet menginjak usia 14 tahun, Benno pun memutuskan memasukkan dia ke Bimantara Tangkas di Jakarta. Namun, sebelumnya, Benno bertanya apakah tak akan melanjutkan sekolahnya dan dia bertekad memilih prestasi di olahraga bulu tangkis.

“Dia bilang, sulit mengejar lari 3.000 meter saat berada di posisi 1.000 meter, pikiran akan bercabang. Jadi dia fokus latihan tanpa mempedulikan pendidikannya," ujar pria asal Makassar itu, yang datang ke Manado tahun 1976.

Kala Butet berlatih di Bimantara Tangkas, Benno nyaris menyerah membiayai tempat tinggal, makan sehari-hari, bahkan untuk mengikuti sejumlah kejuaraan. Begitu juga ketika Butet pindah ke PB Djarum Jakarta, hampir-hampir Benno mundur.

Menginjak usia 15 tahun, Butet memenangi kejuaraan bergengsi sehingga seluruh latihan hingga biaya hidupnya ditanggung pemerintah, yang bahkan memberi dia uang saku. “Di situ mulai merasa ringan," ujar Benno dengan penuh bangga.

Sejak dari Manado, dia selalu mendampingi Butet mengikuti berbagai kejuaraan. Itu penting kata Benno, karena semua urusan non teknis harus ada yang mengatur.

“Pelatih tak mungkin urus soal kaos bertanding basah, atau tidur tidak cukup. Kita sebagai orang tua harus memperhatikan itu. Memang butuh pengorbanan yang luar biasa. Hal sepele tapi pengaruhnya luar biasa. Contoh saja, ketika Butet diutus ke Jakarta biasanya daerah hanya punya uang pas-pasan sehingga hotel pun harus tidur tiga atau empat orang dalam sekamar. Bagaimana bisa tidur kalau berdempetan seperti itu? Maka saya mengambil jalan Butet harus menginap di hotel sendiri, sehingga bisa konsentrasi dan tidur nyenyak,” ujarnya.

Kemudian, sebagai orang tua harus mampu memahami kondisi pelatih yang menangani Butet. “Saya jika ke Jakarta pasti menemui pelatih dan berdiskusi bagaimana perkembangan anak saya. Tak lupa saat bertemu membawa oleh-oleh dari Manado sehingga sang pelatih merasa diperhatikan. Sebab setiap pelatih punya strategi dan cara sendiri-sendiri membimbing anak asuhnya.   

Dari mendampingi Butet maka dirinya banyak tahu soal kondisi dunia bulutangkis Indonesia. “Artinya membawa Butet meraih kesuksesan di dunia bulutangkis butuh pengorbanan tak hanya waktu tapi juga biaya yang cukup besar. Ini penting agar orang tua yang berkeinginan anaknya menjadi atlet berkelas dunia harus tahu. Semua tidak instan, tapi butuh perjuangan. Sekolah pun Butet hanya tamat SD dan dia hanya ingin fokus pada bulutangkis,” ujar Benno.

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya